Pendakian Gunung Lawu, Elok nan Mistis

Bulan 10 tahun 2017, setelah pendakian gunung Lawu menyisakan banyak cerita yang tak terlupakan. Cerita lucu sudah dimulai ketika mau berangkat. Sehari sebelum pemberangkatan team sudah browsing dan mencari informasi sebanyak mungkin karena memang pada saat itu sedang terjadi badai Dahlia di daerah laut selatan. Benar saja informasi yang terhimpun bahwasanya tutup karena cuaca ekstrem diatas. namun rombongan tetep melanjutkkan perjalanan.

View dari Gunung Lawu.

Pagi hari sempat ngopi ke warung kesayang di “mbah ten” bersama rombongan masih bercanda karena prepare sudah disiapkan jauh – jauh hari. Yah karena semua anggota sudah tahu bahwasanya disana ditutup karena cuaca eksrem, ane sendiri tenang karena tahu kebiasaan anggota.

Berangkat siang jam 2 dari rumah hingga disana sampai jam 5 sore, karena emang mampi – mampir toh disana gak satu tujuan ada beberapa warung kopi favorit di daerah Magetan yang selalu mampir ketika lewat.

Anjir bener aja, loket tutup, SAR berjaga karena pendakian via Cetho Karanganyar dibuka, hanya untuk berjaga – jaga. Nah setelah istirahat sholat komando dari “pak Bos”, semua HT di keluarkan.
Ouh ia perlu di Ketahui “Pak Bos” ini adalah tangan kanan dari Bupati Nganjuk Terpilih sebagai Humas beliau.

HT dibuka, di prepare, anjir ternyata semua HT habis battraynya. Akhirnya untuk bisa masuk Track pendakian tanpa anggota melipir ke arah perkebunan dan semak – semak sebelah tebing dekat pos pantau, setelah robongan masuk jalur perjalanan seperti biasanya di gunung – gunung, dercikan air dari atas deras mengalir karena memang diatas terjadi badai. Angin dingin.

sempat berhenti diarea sebeum pos 1 untuk makan, karena beberapa anggota kami ada yang membawa teman wanita, Perjalanan haru terhenti di atas pos 3 sekitar jam 9 malam, karena badai hingga pagi kira – kira jam 8 pagi. Kami sengaja tidak melanjutkan perjalanan di hujan yang lebat karena memang lokasi pendakian benar – benar tidak ada akibat dari penutupan pendakian via cemoro sewu. Biasanya kalau ramai kita teruskan karena sudah peralatan Safety dan kondisi fisik dalam keadaan prima.

Perjanalan kami lanjutkan sekitaran jam 10 Siang dengan meninggalkan peralatan di pos 3,  alhasil perjalanan bisa dilakukan dengan berlari karena memang track batu sangat mendukung. Di tengah – tengah pendakian ketemu dengan salah satu keluarga mbako yem pemilik warung tertinggi di Indonesoa, Beliau seorang laki – laki yang tangguh, betapa tidak membawa 4 Jurigen bahan bakar yang masing masih isinya sekitar 10-12 Liter. Meneteng mulai dari bawah hingga ke warung yang berada di sebelah kanan puncak, kami saja yang gak bawa beban harus tari nafas dalam – dalam.
Tak berselang lamapun kami di tinggal beliau karena kami jalan terlalu sering istrahat.

Sejenak, meihat bapak tadi bekerja keras untuk memperoleh penghasilan dari yang ada, harus naik turun gunung  Lawu yang terkenal sebagai wisata mistis, karena di atas puncak ada sumber air yang diskralkan oleh orang – orang sekitar, serta rumah tinggal Soekarno yang begitu megah. Eman diluar logika tapi kalau kalian pernah kesini bakalan geleng – geleng kepala.

Tapi saya sendiri Alhamdullilah disini tak terjadi kejadian aneh – aneh yang berhubungan dengan ngelenik karena memang niat datang adalah pendakian, view diatas memang sangat luar biasa, kontur kapur namun dengan suasana dingin menjadikan lama di sini.

Suasana perjalanan menuju puncak Hargo Dumilah

Kami setelah di puncak bergegas pulang karena kami tahu ketika kita lebih dari jam 4 sore belum di bawah resiko berhadapan dengan badai ketika perjalanan pulang, apalagi semua logistik dan peralatan kami tinggalkan di pos 3. Hingga di puncak kami sekitaran jam 11 siang menikmati puncak hingga jam 1 siang.

Setelah jam 1 siang kami turun ke Pos 3 pulang, sempat masak bercengkrama, prepare dan lainnya di pos 3. magrib kami persiapan pulang. Sreeet benar saja badai mulai menata setelah Kumandang Magrib hujan rintik dan kabut mulai pekat, Perjalanan pulang kamipun harus di uji dengan salah satu teman yang kakinya terkilir dan tak bisa berjalan cepat, Oke fix rombongan dibagi dua. Satu di depan untuk sapu jalan, dan yang kedua menangani teman kami.

Alhamdulilah, karena kami sering muncak bareng kelompok kami sudah tahu kerjasama yang baik digunung, sempat hujan – hujanan selama 2 jam. Walaupun ada yang sekarat Alhamdulillah tak apa – apa. Setelah kami sampai di parkiran sudah sepi karena hujan lebat sedang berlangsung. Oh ya kendaraan kami di parkir di rumah penduduk karena parkir sedang ditutup bersamaan jalur pendakian.

Karena sudah jam 9 malam, akhirnya kami nekat pulang di tengah kondisi hujan lebat, hujan lebatpun ternyata merata menjumpai kami, Mulai dari Pos 2 Lawu hingga madiun Kota kami harus berhujan – hujan ria, bahkan salah satu teman kelompok sampe tidur diatas motor dan kehilangan beberapa barangnya yang terjatuh karena tak sadar.

Saya sendiri tak bergoncengan, karena sengaja motor saya digunakan untuk menampung logistik dan peralatan. Sampai rumah jam 3 pagi.

Dari kisah diatas semoga dapat diambil hikmah dari pendakian kami yang pertama siapkan peralatan dan kondisi fisik prima untuk menghadapi keadaan alam yang tak dapat ditebak apalagi ketika musim hujan, Jangan sesekali melakukan kegiatan mendaki gunung Ilegal karena akan membahayakan kelompok selama pendakian jiga terjadi apa – apa. Kami berani menggunakan jalur tak umumnya karena ada satu anggota kelompok yang sering kesini sebut saja namanya “Mapan”, beliaulah yang mengajari saya dan beberapa anggota kelompok yang masih muda naik gunung, beliau udah naik gunung lawu sekitaran tahun 2000’an tak tahu pastinya tahun 2000 berapa.

Yang kedua jangan pernah berbuat buruk apapun keadaanya, apalagi disini masih banyak beberapa spot yang disakralkan entah itu kenapa, tapi yang jelas menurut Al-Qur’an dan Hadist “Hutan dan lautan adalah rumah bagi para Jin dan Syetan”. Selayaknya bermasyarakat kita tak mengganggu, namun kita juga tidak boleh takut dengan barang – baran klenik.

Eh ia disini masalah pengeluaran gak sampe 100 ribu, itupun abis di bensin sekitar 40 Ribu, pulang pergi dari Kertosono Magetan, Ngopi dan jajan 15 Ribu, sisanya untuk beli kebutuhan pendakian berupa sayur mayur, tisu, kresek dll.

Nah ini sosok “Pak Bos” yang sigap sapu jalur selama pendakian kami dimanapun berada.
Pak bos Sarkom di pos watu kapur Gunung Lawu.
This entry was posted in Tak Berkategori. Bookmark the permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *